Cybercrime yang Terorganisasi dan Kaitan Dunia Maya dengan Kriminal

Selamat datang kembali semuanya. Pada kesempatan kali ini, kita akan coba belajar membahas bagaimana kaitan dunia maya dengan struktur hubungan kejahatan dan cybercrime yang terorganisasi. Pembahasan kali ini berdasarkan sebuah paper dari Susan W. Brenner dengan judul “Organized Cybercrime? How Cyberspace May Affect the Structure of Criminal Relationships”.



Organisasi kriminal adalah organisasi yang sebagian besar upayanya untuk melakukan kejahatan dengan tujuan utama menghasilkan kekayaan. Organisasi kriminal juga melakukan kejahatan untuk tujuan lain. Untuk memastikan organisasinya tetap survive, mereka melakukan apapun, bahkan hingga menyuap pejabat, membunuh saingan dan terlibat dalam berbagai kejahatan. Organisasi kriminal sama dengan organisasi sipil lainnya, dimana juga mempunyai struktur organisasi didalamnya. 

Ada tiga model aktivitas kriminal yang dilakukan. Yaitu tindakan oleh satu orang, kerja sama dengan dua orang, dan aktivitas kejahatan yang melibatkan tiga orang atau lebih. Dan model ketigalah yang merepresentasikan aktivitas kriminal yang terorganisasi.

Dalam organisasi kriminal, kekuatan fisik dan jumlah anggota yang banyak merupakan salah satu power yang sangat kuat. Namun apakah dalam dunia cyber, kekuatan dan jumlah anggota juga merupakan power terkuat untuk organisasi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, digunakan sebuah ilustrasi berikut. Misalkan seorang hacker Rusia ingin mengambil keuntungan dengan menargetkan bisnisman asal amerika. Kekuatan yang digunakan yaitu bukanlah kekuatan fisik maupun penggabungan hacker-hacker untuk menerobos sistem keamanan keuangan bisnisman tersebut. 

Namun yang digunakan yaitu sistem dan teknologi yang canggih sehingga dapat membobol sistem keamanannya. Dalam dunia cyber, kekuatan fisik tidaklah signifikan. Upaya pembobolan tersebut bukanlah dengan upaya penggabungan berpuluh-puluh hacker. Tapi dengan menggunakan teknologi yang memungkinkan seseorang dapat mengotomatisasi serangan yang dilakukan untuk membobol sistem keamanan tersebut. Jadi dalam dunia cyber kekuatan terletak dalam software, bukan dalam jumlah individu.

Tidak pentingnya jumlah hacker yang dibutuhkan untuk melakukan kejahatan di dunia cyber menunjukkan bahwa alasan dasar pengembangan struktur geng pada organisasi kriminal akan menjadi sangat lemah. Dengan kata lain karena penjahat cyber dapat melakukan usahanya sendiri, maka bagi mereka tidak perlu bergabung untuk melakukan kejahatan tersebut.

Dalam struktur geng kejahatan atau kelompok kejahatan, pemimpin geng dapat langsung memantau dan mengawasi kegiatan geng nya. Pemantauan dan pengawasan seperti ini dapat memadai jika wilayah territorial kecil. Namun ketika daerah cakupan menjadi lebih besar model geng ini tidak lagi memadai. Pemimpin tidak akan mampu memantau dan mengawasi secara langsung anggotanya. 

Kemudian model ini berkembang menjadi struktur mafia yang lebih modern, dimana untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka dibentuk beberapa tingkatan kepemimpinan dan mendelegasikan wewenang untuk setiap tingkatan. Organisasi menjadi hirarkis dan pengawasan dilakukan berdasarkan urutan kepemimpinan. 

Model struktur geng merupakan struktur hirarki yang sederhana dimana pemimpin memberikan daftar tugas yang harus dikerjakan oleh anggota. Model geng ini sesuai untuk kegiatan yang relatif tidak rumit seperti pembobolan akun seorang bisnisman seperti contoh sebelumnya dan untuk mencari kekayaan. Sedangkan model mafia yang modern merupakan model hirarki yang menggunakan struktur yang lebih kompleks dan ideal untuk melakukan kejahatan berskala besar dan bertujuan untuk memproduksi kekayaan.

Di dunia nyata, organisasi mafia sangat menekankan komitmen pribadi untuk kelompok dan mempunyai status keanggotaan jangka panjang. Dalam hal ini, kita akan melihat evolusi baru dan modus yang berbeda dari organisasi kriminal di dunia maya. Organsiasi kriminal di dunia maya mungkin menjadi konsep yang situasional. Maksudnya situsional yaitu karena kejahatannya sendiri yang tidak mementingkan kekuatan fisik seperti mafia di dunia nyata dan konsep dunia maya itu sendiri yang dinamis. Organisasi kriminal di dunia maya bisa terbentuk karna kesamaan visi para pelakunya dan akhirnya bekerja sama. 

Sebagai contoh hacker yang tertarik dalam kegiatan seperti melakukan akses terlarang terhadap sistem orang lain dapat berkolaborasi secara online dengan orang lain yang juga mempunyai minat yang sama. Kerja sama dapat mencakup tukar pikiran, bertukar software untuk melakukan kejahatan dan bahkan berbagi source code yang berbahaya.

Organisasi kriminal di dunia maya dibentuk hanya berdasarkan spesifik tugas, dan setelah tugas tersebut selesai, maka anggota pun berpisah. Hal ini yang membedakannya dengan organisasi kriminal di dunia nyata. Namun, jika pada akhirnya cybercrime mengadopsi sistem organisasi kriminal yang sesungguhnya seperti di dunia nyata, maka tugas penegakkan hukum akan menjadi jauh lebih sulit. Di dunia nyata, stabilitas dan konsistensi dari penjahat terogranisasi kelompok memberikan polisi target yang tetap dan dapat berfokus pada target tersebut. Polisi dapat berkonsentrasi untuk mengidentifikasi kelompok tersebut. 

Seperti yang kita ketahui pada dunia maya bahwa begitu mudahnya menggunakan identitas palsu dan juga dengan dunia maya yang tidak mengenal jarak, sehingga akan sulit untuk melacak para pelaku juga menjadi tantangan terbesar bagi polisi dalam melakukan penegakkan hukum.

Paper ini diterbitkan pada tahun 2002 dimana cybercrime belum berkembang pesat seperti saat sekarang ini. Namun jika kita perhatikan, sekarang ini sudah mulai banyak cybercrime yang menggunakan organisasi kriminal. Bahkan di Negara kita tersendiri yaitu Indonesia sudah mulai terungkap kasus-kasus cybercrime yang melibatkan organisasi kriminal. Seperti yang beberapa bulan ini terungkap yaitu kasus penipuan rekening dengan menggunakan malware seperti yang dikutip dari media online berikut ini (http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151031182353-12-88606/polda-metro-tangkap-wn-asing-terkait-penipuan-rekening/).

Sedikit cerita tentang berita tersebut, dalam kasus ini pelaku melakukan kejahatan dengan modus penipuan dan modusnya sudah canggih. Pelaku mengirimkan malware melalui email kepada nasabah bank yang telah diincar sebelumnya. Malware akan bekerja ketika korban membuka akun rekeningnya. Dan malware akan langsung menyedot sejumlah uang yang ada dalam rekening korban.

Direktur Reskrimum Polda Metro jaya Komisaris Besar Krishna Murti bahkan menyebutkan bahwa Ini kejahatan yang dikembangkan di Eropa Timur. Ini sudah organized crime. Ada agen yang terjun di setiap negara.


Dapat kita lihat dari berita tersebut bahwa ternyata organisasi kriminal di dunia maya sudah mulai banyak saat ini dan bahkan sudah masuk ke Negara kita. Pelaku dapat melakukan aksinya dari mana saja tanpa harus ada di lokasi kejadian karena semua kejahatan dapat berjalan secara otomatisasi. Ini yang membuat tugas para penegak hukum menjadi lebih ekstra, karena organisasi kriminal dalam di dunia maya ini dapat melakukan aksi kejahatannya jauh dari lokasi kejadian.

Jika kejahatan dapat bekerja sama dengan para pelaku dari lintas Negara, sudah seharusnya juga para penegak hukum bekerja sama antar Negara sehingga dapat memudahkan dalam hal pelacakan para pelaku cybercrime yang terorganisasi ini. 

Demikianlah pembahasan kita kali ini. semoga pembahasan ini menambah wawasan kita semua. Wassalam.

Yogyakarta, 21 Desember 2015
Referensi :
  • Brenner, S. W. (2002). Article : Organized Cybercrime ? How Cyberspace May Affect the Structure of Criminal Relationships. North Carolina Journal of Law and Technology, 4(1), 1–50. Retrieved from http://www.ncjolt.org/sites/default/files/brenner_.pdf
Previous
Next Post »