Dalam buku ini, cybercrime dijelaskan sebagai sebuah kejahatan yang menggunakan media komputer atau jaringan komputer. Jadi dalam ruang lingkup cybercrime, kejahatan yang terjadi dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian. Yaitu bentuk kejahatan yang benar-benar baru dengan pemanfaatan media komputer atau jaringan komputer, dan yang kedua kejahatan lama yang dilakukan dengan cara-cara baru dan dengan bantuan media komputer. Nah yang akan dibahas dalam buku ini ternyata jenis kejahatan komputer yang benar-benar baru dengan pemanfaatan media komputernya.
Kategori cybercrime dalam buku ini dibagi menjadi empat. Yaitu kejahatan dengan menjadikan komputer sebagai target, penipuan dan pelanggaran yang terkait, Konten yang menjadi pelanggaran, dan pelanggaran terhadap orang lain.
Komputer sebagai Target
Yang dimaksud komputer sebagai target disini bukanlah kasus kejahatan dimana komputer fisik dicuri atau dirusak orang, namun kejahatan komputer sebagai target disini berfokus pada kerahasiaan, integritas, keamanan data komputer dan sistem. Pada intinya, tindakan pelanggaran dimana komputer sebagai target yaitu :
- Melakukan akses tidak sah ke komputer atau sistem (Mengakses informasi secara illegal, memodifikasi data secara illegal, dan menggunakan sistem komputer orang lain tanpa izin).
- Menyebabkan kerusakan yang tidak sah ke data komputer ataupun sistem komputer (Menggunakan malicious software, melakukan denial of service attacks, dan lain sebagainya)
- Melakukan intersepsi atau penyadapan terhadap data komputer secara tidak sah
Penipuan dan Pelanggaran Yang Terkait
Jenis dan model penipuan yang dapat dilakukan secara online terlalu banyak, sehingga dalam buku ini dikatakan yang dibahas adalah penipuan online yang paling umum. Penipuan yang dibahas dalam buku ini diantaranya yaitu :
- Penipuan Penjualan Online
- Skema Pembayaran Uang berjenjang atau Money Game (kalau di Indonesia seperti MLM yang melakukan penipuan, contoh dulu yang heboh seperti Melia Sehat Sejahtera)
- Kejahatan Transfer Dana secara Elektronik (Melakukan pembobolan terhadap akun internet bank orang lain dan melakukan transfer dana ke rekening pelaku)
- Penipuan Investasi (kalau di Indonesia dulu heboh nya penipuan investasi seperti VGMC)
- Kejahatan terkait identitas. Seperti pencurian identitas, phishing, pharming, hacking penggunaan malware untuk pencurian data, credit card skimming, carding.
Contend-Related Offences / Konten yang menjadi pelanggaran
Dalam pembahasan konten yang menjadi pelanggaran ini, yang dimasukkan kedalam pelanggaran yang dimaksudnya yaitu jenis konten pornografi anak. Menyediakan atau membuat pornografi anak beredar termasuk jenis kejahatan. Selain itu mendistribusikan, menyebarkan, mengirimkan, juga dikatakan sebagai kejahatan. Intinya semua hal yang berkaitan dengan pornografi anak termasuk jenis kejahatan. Kategori anak dalam buku ini yaitu 18 tahun kebawah, namun banyak Negara yang mempunyai syarat umur anak yang berbeda-beda, namun rata-rata minimal 16 tahun kebawah.
Pelanggaran Terhadap Orang Lain
Pelanggaran terhadap orang lain yang pertama dalam buku ini yaitu “Grooming”. Grooming ini adalah sebuah istilah yang mana kita kenal di Indonesia dengan sebutan seorang pedofil. Namun pedofil disini, upaya kejahatan yang dilakukannya melalui online, bisa melalui chat-chat online, dan lain sebagainya.
Pelanggaran terhadap orang lain selanjutnya yaitu “Cyber-Stalking”. Secara umum, stalking atau jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia artinya “menguntit” merupakan serangkaian perbuatan yang dilakukan seseorang sehingga menimbulkan gangguan yang tidak diinginkan sehingga korban takut akan keselamatannya. Walaupun tidak terjadi kekerasan fisik, stalking dapat memiliki dampak psikologis yang signifikan pada korban, dimana korban akan merasa cemas, tidurnya terganggu, bahkan sampai berpikir untuk bunuh diri, dan dapat mengalami stress karena trauma. Dalam beberapa kasus, stalking ini juga dapat menjadi awal dari kekerasan fisik nyata terhadap korban.
Jadi menurut beberapa pembahasannya stalking disini bukan hanya sekedar mengikuti saja, tapi juga mengikuti dan sengaja meninggalkan jejak, seperti dengan sengaja mengirim email dengan tanpa identitas, dan jadinya mengarah ke pengancaman. Sehingga membuat korban menjadi stress.
Pelanggaran selanjutnya yaitu “Voyeurism”. Dalam buku ini, voyeurism merupakan gangguan psikoseksual dimana seseorang mendapatkan kenikmatan dari mengintip orang lain. Kejahatan yang dilakukan disini yaitu menggunakan teknologi untuk mengintip seperti menggunakan kamera kecil di ruang ganti wanita. Dan yang paling mengganggu yaitu dimana gambar atau video tersebut dengan mudahnya dapat disebar melalui internet.
Pelanggaran Terhadap Orang Lain
Pelanggaran terhadap orang lain yang pertama dalam buku ini yaitu “Grooming”. Grooming ini adalah sebuah istilah yang mana kita kenal di Indonesia dengan sebutan seorang pedofil. Namun pedofil disini, upaya kejahatan yang dilakukannya melalui online, bisa melalui chat-chat online, dan lain sebagainya.
Pelanggaran terhadap orang lain selanjutnya yaitu “Cyber-Stalking”. Secara umum, stalking atau jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia artinya “menguntit” merupakan serangkaian perbuatan yang dilakukan seseorang sehingga menimbulkan gangguan yang tidak diinginkan sehingga korban takut akan keselamatannya. Walaupun tidak terjadi kekerasan fisik, stalking dapat memiliki dampak psikologis yang signifikan pada korban, dimana korban akan merasa cemas, tidurnya terganggu, bahkan sampai berpikir untuk bunuh diri, dan dapat mengalami stress karena trauma. Dalam beberapa kasus, stalking ini juga dapat menjadi awal dari kekerasan fisik nyata terhadap korban.
Jadi menurut beberapa pembahasannya stalking disini bukan hanya sekedar mengikuti saja, tapi juga mengikuti dan sengaja meninggalkan jejak, seperti dengan sengaja mengirim email dengan tanpa identitas, dan jadinya mengarah ke pengancaman. Sehingga membuat korban menjadi stress.
Pelanggaran selanjutnya yaitu “Voyeurism”. Dalam buku ini, voyeurism merupakan gangguan psikoseksual dimana seseorang mendapatkan kenikmatan dari mengintip orang lain. Kejahatan yang dilakukan disini yaitu menggunakan teknologi untuk mengintip seperti menggunakan kamera kecil di ruang ganti wanita. Dan yang paling mengganggu yaitu dimana gambar atau video tersebut dengan mudahnya dapat disebar melalui internet.
Keterkaitan dengan UU ITE
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Indonesia mempunyai UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur tentang apa saja jenis kejahatan komputer yang melanggar hukum. Nah sekarang kita coba akan kaitkan jenis-jenis cybercrime yang ada dalam buku ini apakah juga sudah terdapat dalam UU ITE kita.
Contoh Kasus Cybercrime
Nah pembahasan berikutnya, kita coba lihat salah satu contoh kasus yang terpublikasi di media masa dan kita coba cocokkan dengan jenis cybercrime yang ada dalam buku ini.
Contoh kasus yang diambil yaitu berita yang diterbitkan oleh liputan6.com yang berjudul “Data Pembayaran Tamu Hotel Hilton Dicuri Hacker”. Dalam berita tersebut dilaporkan "Sebagai hasil dari penyelidikan, telah ditemukan bahwa informasi kartu pembayaran telah berhasil dicuri, termasuk nama pemegang kartu, nomor kartu pembayaran, kode keamanan dan tanggal kedaluwarsa, tapi tidak ada alamat atau nomor identifikasi pribadi (PIN),".
Namun hingga saat ini, belum ada kabar tentang penyidikan kasus ini apakah hacker berhasil ditangkap atau belum. Namun jika dilihat dari kasus ini, maka berdasarkan jenis cybercrime dalam buku ini, kejahatan ini termasuk kejahatan “Melakukan akses tidak sah ke komputer atau sistem”.
Kesimpulan
Berdasarkan pembagian jenis cybercrime dalam buku ini, dapat kita ambil kesimpulan hampir semua jenis cybercrime dalam buku ini sudah ada termuat dalam UU ITE. Namun khusus untuk jenis Voyeurism, UU ITE tidak mengatur secara jelas. Penggunaan Pasal 27 dalam tabel diatas pun hanya dapat digunakan jika pelaku menyebarkan hasil rekaman intipannya ke internet, jika pelaku hanya menyimpannya untuk konsumsinya sendiri maka pasal 27 tidak dapat diterapkan.
Namun menurut (Sam Ardi, 2013) pelaku Voyeurism masih dapat dijerat oleh hukum walaupun tidak pada UU ITE, namun dapat dikenai UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi pada pasal 29, pasal 32, atau pasal 35.
Selanjutnya, masalah pornografi anak, seperti pembahasan kita sebelumnya tentang konvensi Budapest yang juga hanya memuat pornografi anak, di Indonesia semua hal yang memuat pornografi merupakan pelanggaran hukum. Jadi hukum Indonesia mengatur hal tersebut lebih luas.
Kemudian untuk cyber-stalker, selain UU ITE, pelaku juga dapat dijerat dengan pasal 335 KUHP mengenai perbuatan tidak menyenangkan (Kusumasari, 2011).
Demikianlah pembahasan kita kali ini, semoga pembahasan ini menambah wawasan kita semua. Wassalam.
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Indonesia mempunyai UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur tentang apa saja jenis kejahatan komputer yang melanggar hukum. Nah sekarang kita coba akan kaitkan jenis-jenis cybercrime yang ada dalam buku ini apakah juga sudah terdapat dalam UU ITE kita.
Contoh Kasus Cybercrime
Nah pembahasan berikutnya, kita coba lihat salah satu contoh kasus yang terpublikasi di media masa dan kita coba cocokkan dengan jenis cybercrime yang ada dalam buku ini.
Contoh kasus yang diambil yaitu berita yang diterbitkan oleh liputan6.com yang berjudul “Data Pembayaran Tamu Hotel Hilton Dicuri Hacker”. Dalam berita tersebut dilaporkan "Sebagai hasil dari penyelidikan, telah ditemukan bahwa informasi kartu pembayaran telah berhasil dicuri, termasuk nama pemegang kartu, nomor kartu pembayaran, kode keamanan dan tanggal kedaluwarsa, tapi tidak ada alamat atau nomor identifikasi pribadi (PIN),".
Namun hingga saat ini, belum ada kabar tentang penyidikan kasus ini apakah hacker berhasil ditangkap atau belum. Namun jika dilihat dari kasus ini, maka berdasarkan jenis cybercrime dalam buku ini, kejahatan ini termasuk kejahatan “Melakukan akses tidak sah ke komputer atau sistem”.
Kesimpulan
Berdasarkan pembagian jenis cybercrime dalam buku ini, dapat kita ambil kesimpulan hampir semua jenis cybercrime dalam buku ini sudah ada termuat dalam UU ITE. Namun khusus untuk jenis Voyeurism, UU ITE tidak mengatur secara jelas. Penggunaan Pasal 27 dalam tabel diatas pun hanya dapat digunakan jika pelaku menyebarkan hasil rekaman intipannya ke internet, jika pelaku hanya menyimpannya untuk konsumsinya sendiri maka pasal 27 tidak dapat diterapkan.
Namun menurut (Sam Ardi, 2013) pelaku Voyeurism masih dapat dijerat oleh hukum walaupun tidak pada UU ITE, namun dapat dikenai UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi pada pasal 29, pasal 32, atau pasal 35.
Selanjutnya, masalah pornografi anak, seperti pembahasan kita sebelumnya tentang konvensi Budapest yang juga hanya memuat pornografi anak, di Indonesia semua hal yang memuat pornografi merupakan pelanggaran hukum. Jadi hukum Indonesia mengatur hal tersebut lebih luas.
Kemudian untuk cyber-stalker, selain UU ITE, pelaku juga dapat dijerat dengan pasal 335 KUHP mengenai perbuatan tidak menyenangkan (Kusumasari, 2011).
Demikianlah pembahasan kita kali ini, semoga pembahasan ini menambah wawasan kita semua. Wassalam.
Yogyakarta, 20 Desember 2015
Referensi :
- Clough, J. (2010). Principles of Cybercrime. New York: Cambridge University Press.
- Iskandar. (2015, November 25). Data Pembayaran Tamu Hotel Hilton Dicuri Hacker. liputan6.com. Jakarta. Retrieved from http://tekno.liputan6.com/read/2374518/data-pembayaran-tamu-hotel-hilton-dicuri-hacker
- Kusumasari, D. (2011). Apakah Hukum Indonesia Dapat Menjerat Stalker (Penguntit)? Retrieved December 15, 2015, from http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6686/apakah-ada-undangundang-di-indonesia-yang-dapat-menjerat-penguntit
- Sam Ardi. (2013, May 29). Soal Kamera Tersembunyi. Retrieved December 15, 2015, from https://samardi.wordpress.com/2013/05/29/soal-kamera-tersembunyi/
Sign up here with your email