Workshop Forensik Suara Ucap di Indonesia

Akhirnya hari yang ditunggu ini tiba. Yaitu hari dimana ikut acara Workshop Forensik Suara Ucap di Indonesia yang diadakan oleh ITB. Saya dan beberapa teman-teman satu kelas mengikuti acara ini. Sangat rame (ada 6 orang kelas saya yang dari Yogya, saya, bg Soni, kak Oya, Putri, Mbak Milla, dan Pak Ikhwan). Acaranya sendiri diselenggarakan oleh Teknik Fisika ITB dan ada 3 narasumber. Yaitu pak Afief Y. Miftach dari KPK, pak AKPB M. Nuh Al-Azhar dari puslabfor [ketemu lagi pak ], dan ibu Miranti Indar Mandasari, MT dari ITB sendiri.



Acara pertama diisi oleh pak Afief dari KPK yang membawakan tema materi tentang "Kebutuhan Penyidik akan Forensik Suara Ucap". Dalam pembukaan materinya, beliau menyampaikan bahwa forensik suara ucap ini salah satu kegiatan yang dilakukan yaitu penentuan keaslian suara dari rekaman. Output yang dihasilkan yaitu laporan hasil analisa dan keterangan atau pendapat ahli.

Selanjutnya beliau menyampaikan bahwa KPK berwenang untuk melakukan penyadapan dan perekaman sesuai dengan UU Nomor 30 Tahun 2002 Pasal 12 tentang KPK. KPK sendiri dibentuk sebagai Self Regulatory Body. Artinya adalah KPK berhak memenuhi kebutuhannya sendiri dan punya SOP sendiri dalam pelaksanaannya salah satu contoh yaitu SOP penyadapan dan perekaman suara. Selain itu, ternyata ada 2 tipe penyadapan yang ada di Indonesia, yaitu yang pertama penyadapan yang bisa dibawa sampai pengadilan dan kedua tipe penyadapan untuk keperluan intelijen [tidak bisa dibawa ke pengadilan]. Nah KPK sendiri bermain dalam tipe penyadapan pertama, yaitu yang bisa dibawa ke pengadilan.

Pertama kali KPK sukses menggunakan forensik suara sebagai alat bukti di pengadilan yaitu pada tahun 2008 dalam kasus perkara terdakwa atas nama Urip Tri Gunawan dan Artalyata Suryani. Saat itu rekaman suara dan laporan hasil analisa forensik suara ucap diterima oleh majelis hakim sebagai alat bukti yang sah. Hasilnya terdakwa divonis dengan hukuman maksimal. Dan setelah kasus ini, akhirnya KPK mulai memberanikan diri untuk menggunakan forensik suara sebagai alat buktinya setelah membutuhkan waktu selama 5 tahun untuk dapat berani menggunakan forensik suara ini. 

Adapun tantangan yang dihadapi KPK sendiri untuk melakukan forensik suara yaitu kualitas rekaman suara itu sendiri yang bergantung pada lingkungan, alat, suasana emosi, bahasa, perubahan gaya bicara. Selain itu, banyaknya tersangka atau bahkan saksi yang tidak mau diajak bekerja sama ketika diambil sampel suaranya untuk dilakukan pencocokkan dengan hasil rekaman. Selain itu, perkembangan taktik dan teknik mendapatkan rekaman suara belum bisa mengikuti perkembangan teknologi media komunikasi. Maksudnya disini yaitu, saat sekarang ini banyak telpon yang menggunakan internet seperti Line Call, BBM Voice, Whatsapp Call dan lain sebagainya yang ternyata masih sangat sulit untuk dilakukan penyadapan.

Diakhir presentasi beliau, ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh audience, diantaranya yaitu yang menanyakan apakah hasil rekaman atau data barang bukti ini perlu di enkripsi. Nah pertanyaan ini kemudian dijawab oleh beliau namun menurut saya, jawaban yang paling tepat yaitu jawaban yang diberikan oleh pak M. Nuh. Beliau mengatakan bahwa dalam voice ini tidak diperlukan enkripsi. Namun yang utama yaitu integritas. Bagaimana meyakinkan voice tersebut tidak ada perubahan.

Pak Afif sedang menyampaikan materi

Setelah presentasi disampaikan oleh pak Afif, narasumber selanjutnya yaitu pak AKBP M. Nuh Al-Azhar, M.Sc yang menyampaikan materi tentang "Audio Forensic Analysis". Dalam pembukaan presentasinya, beliau menyampaikan bahwa dalam forensik digital, output akhirnya yaitu bagaimana barang bukti digital dapat menjadi alat bukti yang sah dalam pengadilan. Selanjutnya beliau menyampaikan, untuk menjadi seorang saksi ahli, dituntut harus mempunyai background akademis dan praktis. Seseorang yang hanya jago praktis tanpa akademis, laksana supir metromini yang begitu ahli mengendarai metromini nya, namun tidak punya pengetahuan akdemis, akhirnya ya kereta api ditabrak .

Kemudian beliau menyampaikan tentang teori bagaimana suara bisa keluar dari mulut yaitu suara yang dimulai dari pita suara, di filter oleh Vocal Tract (bibir, gigi, lidah, dll) yang kemudian keluar dari mulut. Nah dari yang keluar di mulut tersebut, ada frekuensi, resonansi, level energi, dan spektogram [bentuk visual suara]. Keempat hal tersebutlah yang akan diforensik.

Selanjutnya, beliau membahas tentang langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan forensik suara. Yang pertama yaitu integritas sebuah recording. Untuk menjaga integritasnya, maka hal penting yang diharus dilakukan yaitu akusisi [untuk memastikan dibuat di smartphone ataupun perangkat yang digunakan]. Kemudian melakukan metadata check, timestamps check, dan terakhir spektrum check

Berikutnya dilakukan Enhancement of Recordings. Yaitu membuang noise atau gangguan recording. Ada 2 tipe Enhancement yang dilakukan yaitu yang pertama Adaptive Filters untuk membuang gangguan bunyi seperti peluit, engine, angin, suara tv. Dan yang kedua yaitu Dialogue Noise untuk membuang gangguan bunyi seperti motor suara microphone yang terlalu jauh, suara AC, hujan.

Setelah dilakukan Enhancement, langkah selanjutnya yaitu melakukan Decoding of Recordings. Decoding of Recordings yaitu membuat transkrip pembicaraan yang dapat dilakukan dengan otomatis menggunakan software dan jika tidak mampu baru dilakukan secara manual.

Nah terakhir dan hal intinya yaitu melakukan Voice Recognition. Dalam voice recognition ini sendiri ada beberapa tahapan, yaitu yang pertama melakukan pengambilan sampel pembanding. Suara tidak akan dapat dilakukan forensik tanpa adanya suara pembandingnya. Jadi ini merupakan hal penting. Selanjutnya setelah diambil sampel pembanding dilakukan Automatic Analysis berdasarkan lamanya rekaman, kemudian dilakukan analisis manual berdasarkan kata, baru terakhir dapat diambil sebuah kesimpulan apakah suara ini identik atau tidak. 

Syarat yang harus dipenuhi oleh barang bukti rekaman tersebut yaitu, durasi minimalnya 10 detik dan mempunyai minimum 30-40 kata yang berbeda. Jadi kalau rekamannya isinya cuma halo halo halo sampai 100 kali, tidak bisa dilakukan forensik. Selanjutnya, dalam mengambil sampel pembanding, ruangan yang digunakan harus kedap suara, direkam dengan alat digital, diketahui oleh subjek, kemudian subjek membaca transkrip hasil rekaman dan harus dilengkapi dengan dokumen penyelidikan.

Analisis otomatis dilakukan untuk mendapatkan voice print dengan menggunakan Gaussian Mixture Model (GMM). Kemudian menggunakan Likelihood Ratio (LR) untuk mendapatkan skor. Dan likelihood ratio juga sebagai pertimbangan untuk mendapatkan identik atau tidaknya suara yang dijadikan barang bukti. Manual Analisis yang berdasarkan kata digunakan dengan menganalisis Pitch (Minimum, Maximum, Mean), Formant (Analysis of Variance seperti Anova), Bandwidth (Graphical Distribution), dan Spektogram suara. Berdasarkan hasil analisis tersebutlah baru dapat diambil kesimpulan apakah barang bukti suara ini identik atau tidak. Kebetulan pak Nuh juga membagikan file presentasi yang disampaikannya, jadi yang mau download silahkan klik disini.

Setelah penyampaian materi, diakhir penutupannya, pak Nuh sedikit melakukan sosialisasi tentang Asosiasi Forensik Digital Indonesia (AFDI) yang telah berdiri. 

Pak Nuh sedang menyampaikan materi

Sehabis pak Nuh menyampaikan materi, acara selanjutnya yaitu makan-makan. Makanannya weeenak. Ada ayam goreng, rendang [udah lama gak makan rendang ], dan saya ambil keduanya . Hahahaha. Oke setelah makan, sholat, acara selanjutnya penyampaian materi oleh bu Miranti Indar Mandasari, MT. Seorang dosen muda ITB yang tahun ini baru berumur 29 dan tinggal seminar proposal disertasi nya di Belanda.

Ibu Miranti menyampaikan materi tentang "Menuju Paradigma Baru dalam Forensik Suara Ucap - Otomatisasi Sistem dan Kerangka Likelihood Ratio". Ternyata ada berbagai informasi pada suara ucap ini. Diantaranya yaitu Accent Recognition yang berguna untuk mencari dari daerah mana seseorang berasal, kemudian ada Language Recognition, untuk mencari bahasa apa yang digunakan, kemudian ada Speech Recognition untuk mencari apakah kata yang diucapkan, ada Emotion Recognition untuk mencari kondisi seseorang apakah dia sedang senang atau sedih, kemudian ada Gender Recognition untuk mencari apakah seseorang dalam rekaman itu pria atau wanita dan ada Speaker Recognition untuk mencari siapa yang berbicara.

Selanjutnya beliau menyampaikan tentang Sistem Rekognisi Pengucap Otomatis. Dimana dalam sistem ini, barang bukti rekaman suara dilakukan ekstraksi fitur, dilakukan pemodelan pengucap kemudian dilakukan perbandingan dengan rekaman suara pembanding untuk kemudian mendapatkan skor baru dapat membuat keputusan identik atau tidak nya. Selebihnya, Ibu Miranti menyampaikan forensik suara dari sisi fisika yang sangat-sangat disayangkan saya tidak mengerti sama sekali dengan yang disampaikan bu Miranti. Karena terkait beberapa rumus-rumus fisika dan istilah-istilah fisika yang sangat asing bagi saya.

Diakhir penyampaian materinya, beliau menyampaikan tantangan utama dalam melakukan forensik suara ucap ini yaitu kondisi mismatched antara segmen suara ucap known dan unknown karena media perekaman, level noise, durasi, kata dan atau bahasa yang terucap, kondisi emosi dan kesehatan pengucap, gaya bicara, dan lain-lain. Dan beliau mempunyai target penelitian jangka panjang yaitu pada tahun 2017-2021 untuk dapat membuat aplikasi digital forensik suara pada sistem hukum di Indonesia.

Bu Miranti sedang menyampaikan materi

Setelah bu Miranti selesai, maka berakhir pula acara workshop ini. Saya sendiri mendapatkan begitu banyak pengetahuan baru dalam mengikuti workshop ini. Tidak sia-sia menempuh perjalanan Yogya-Bandung demi mengikuti acara workshop ini. Dan saya sangat bersyukur atas pengetahuan ini. Walaupun setengah materi yang disampaikan oleh Bu Miranti saya tidak paham, namun saya sangat senang mendapat ilmu baru. Terima kasih ITB telah melaksanakan workshop ini. Oh ya diakhir acara seperti biasa, ada sesi foto-foto. Berikut foto bersama seluruh peserta workshop yang datang [walaupun sudah banyak yang bubar dan lagi-lagi saya terselip diujung dalam foto ].


Demikianlah rangkuman kegiatan Workshop Forensik Suara Ucap di Indonesia yang saya ikuti di Bandung. Semoga dapat menambah wawasan kita semua. Wassalam.

Bandung, 11 Desember 2015
Previous
Next Post »